Pernah nggak sih ada suatu waktu yang kita mikir bahwa yang sedih itu kita sendiri. Kita lihat orang-orang yang dengan gampangnya senyum, ketawa, jalan dengan entengnya. Kita? Buat senyum aja kayak perlu ngeluarin beribu-ribu joule.
Ketika tugas numpuk, kuis tiap minggu, nilai yang pas-pasan, ngeliat temen yang bisa nongkrong di warung borjuis. Hidupnya enteng aja. Seolah kamu hidup ya buat tidur, makan, jalan, dan repeat. Nggak ada tuh yang besok kuis, besok tugas dikumpul ya, belum lagi segelintir beban yang musti kamu lakukan.
You're not alone.
Iya,
You're not alone.
Kamu yang merasa stress, aku juga pernah merasakan. Kamu yang merasa seolah, 'kok hidup gue begini-begini amat ya', aku juga pernah. Kamu yang merasa bahwa kamu manusia terprihatin, aku juga pernah.
Pada dasarnya semua manusia juga merasakan—dengan tingkatnya masing-masing, bukan? Stress, depresi, takut, resah, khawatir, semua manusiawi kan? Bergantung personality kamu dalam menyingkapi.
Me time, perlu nggak sih? Apa melulu soal bagaimana aku harus cepat sampai tujuan? Apa melulu soal bagaimana aku harus sesuai dengan ekspektasi orang-orang?
Me time nggak harus kamu pergi ke suatu tempat. Tidur, pegang hp, youtube. Buat hidup kamu terasa slowly. Buat kamu sadar dulu bahwa kamu itu masih hidup lho. Masih yang ada waktu di depan, masih yang besok itu kamu bisa kerja.
At least, you're not alone, dude.
Aku. Ada. Di. Sini.
Selasa, 26 Maret 2019
Senin, 04 Maret 2019
Dandelion 19 | Me, My Self and I
Kalau aku bilang, "I love you so much" kepada kamu, apa kamu percaya?
Mungkin akan terdengar bulshit dan omong kosong karena jarang bahkan nggak mungkin aku mengatakan khusus untukmu, diriku sendiri.
Aku terlampau fokus dengan apa yang ada di luar—sekeliling dan masa depan— hingga aku melupakanmu. Kalau aku ingin meminta maaf kepadamu sekarang, apa kamu akan memaafkanku?
Terlambatkah? Atau kamu akan suka rela memaafkan tanpa ada syarat yang ingin kamu ajukan? Kalau ada syarat, ucapkan syarat itu kepadaku. Tolong.
Aku tau tapi selama ini aku coba menutup diri bahwa jika kamu dan aku bersama, kita akan saling membahagiakan, fokus terhadap tujuan, bahkan mengguncangkan semesta. Tapi aku terlampau menyakitimu kan?
Aku meminta maaf.
Maaf atas semua yang kulakukan. Menyalahkan apa yang selama ini dikerjakan, mencaci apa yang selama ini diyakini, dan menyangkal apa yang selama ini dibenarkan. Aku egois kah? Tolongjawab!
Maafkan aku. Aku terlampau khilaf menyadari bahwa keberadaanmu sangat penting untukku sekarang dan masa depan. Aku berharap bahwa kita bekerja sama. Sedih-susah-bahagia-berharap bersama.
Tidak ada lagi namanya mengasingkan bahkan membinasakan. Aku adalah kamu dan kamu adalah aku. Aku-kamu adalah kita. Ya... Kita.
Mari... Siapkah mengguncang dunia? Mimpi kita menunggu di ujung sana.
Aku tidak akan berjanji untuk tidak mengulang kembali. Khilaf-khilaf itu manusiawi. Tapi aku akan terus mencoba untuk mencintaimu, menyayangimu, bahkan sebelum ada orang ketiga di antara aku dan kamu. Kamu mau?
Berjanjilah setia terhadapku meskipun aku tau aku tidak menjanjikan kepadamu.
Dari, Aku.
Mungkin akan terdengar bulshit dan omong kosong karena jarang bahkan nggak mungkin aku mengatakan khusus untukmu, diriku sendiri.
Aku terlampau fokus dengan apa yang ada di luar—sekeliling dan masa depan— hingga aku melupakanmu. Kalau aku ingin meminta maaf kepadamu sekarang, apa kamu akan memaafkanku?
Terlambatkah? Atau kamu akan suka rela memaafkan tanpa ada syarat yang ingin kamu ajukan? Kalau ada syarat, ucapkan syarat itu kepadaku. Tolong.
Aku tau tapi selama ini aku coba menutup diri bahwa jika kamu dan aku bersama, kita akan saling membahagiakan, fokus terhadap tujuan, bahkan mengguncangkan semesta. Tapi aku terlampau menyakitimu kan?
Aku meminta maaf.
Maaf atas semua yang kulakukan. Menyalahkan apa yang selama ini dikerjakan, mencaci apa yang selama ini diyakini, dan menyangkal apa yang selama ini dibenarkan. Aku egois kah? Tolongjawab!
Maafkan aku. Aku terlampau khilaf menyadari bahwa keberadaanmu sangat penting untukku sekarang dan masa depan. Aku berharap bahwa kita bekerja sama. Sedih-susah-bahagia-berharap bersama.
Tidak ada lagi namanya mengasingkan bahkan membinasakan. Aku adalah kamu dan kamu adalah aku. Aku-kamu adalah kita. Ya... Kita.
Mari... Siapkah mengguncang dunia? Mimpi kita menunggu di ujung sana.
Aku tidak akan berjanji untuk tidak mengulang kembali. Khilaf-khilaf itu manusiawi. Tapi aku akan terus mencoba untuk mencintaimu, menyayangimu, bahkan sebelum ada orang ketiga di antara aku dan kamu. Kamu mau?
Berjanjilah setia terhadapku meskipun aku tau aku tidak menjanjikan kepadamu.
Dari, Aku.
Langganan:
Postingan (Atom)
Dua Ribu Dua Puluh, Ya?
2020? Cepat banget sudah 2020, artinya tahun ini jadi tahun terakhir sebelum official dapat tambahan gelar baru di belakang nama. Tiga t...
-
Udah lama nggak nge-Blog lagi. Tulisan pertama di semester 3, semoga semakin konsisten lagi buat nulis-nulis nggak jelas yang kadang suka n...
-
"Kalo lo ingin dihargai sama orang lain, maka lo harus menghargai diri lo sendiri!" Entah kenapa, gue ke triggered dengan kalima...