Rabu, 11 April 2018

[Dandelion 7— Menjadi Indonesia itu...]


Jadi, pagi ini, sebenernya rencananya mau berangkat pagi ke kampus, tapi kok kasur kayaknya menggoda banget buat disinggahi, alhasil, nangkring dulu lah di kasur sebentar.
Biasanya, kalau nggak baca blog, quora, wattpad, atau nonton youtube. Tapi pagi ini, gue lebih milih nonton youtube.

Nah, pas banget, ada update video nya Kak @Gitasav tetang "Menjadi Indonesia". Video nya tentang respon dari orang indonesia yang dia sekarang ada di luar negeri. Entah kerja atau kuliah, gue gak tau pasti.

Jujur, gue pengin nangis pas nontonnya—Ah! lebay lo, Nis, wkwk. Gak, bukan gitu. Suasananya itu pas banget, apalagi dengan backsound lagu nasional. Seolah nampar gitu, "Lo orang Indonesia kan? Apa yang udah lo kasih buat negara?"

APA?

Jujur (lagi), selama ini kayaknya gue terus nuntut  bahkan sering banget nyinyir tentang Indonesia; ya pemerintahnya korupsi lah, kesenjanganlah, keadilan yang tidak merata lah, rakyatnya yang suka egois banget lah, dan lah-lah lainnya. Jarang banget yang kalau ngobrol bilang, "Gue bangga jadi rakyat Indonesia, yang dengan keberagamannya menjadi kekayaan—aset negara yang tak ternilai, dengan sumber daya nya menjadikan Indonesia inceran bangsa lainnya untuk jua memiliki." Jarang banget nggak sih, atau cuma gue doang? Maybe.

Jadi keinget pas forum diskusi minggu lalu dengan Kak Panji Laksono—Ketua BEM IPB 2017. Ketika dipaparkan jumlah rakyat Indonesia yang bahkan menyentuh angka ±250juta jiwa. Apa kata yang pertama kali terbayang?
Padat,
Kumuh,
Sentral pada satu titik,
Kesenjangan,
dll.

See? Negative semua kan? 

Padahal dengan banyaknya rakyat Indonesia, Indonesia menjadi 'kaya'. Kaya akan suku, kaya akan bahasa, kaya akan budaya. Kita jadi seolah menganggap bahwa Indonesia itu 'salah'. Gue gak tau pasti penyebabnya apa, apakah karena ada 'dendam' dengan salah satu pihak, which is itu yang bikin 'apa yang ada di Indonesia, ya semua salah'.

Oke, balik ke video.
Video itu isinya—menurut interpretasi gue, bagaimana menjadi seorang indonesia di manapun dia berada. Kalau dalam video itu ada respon dari seseorang yang terus membawa budaya unggah-ungguh—tata krama ke kehidupan sehari-hari. Adab ketimuran yang gue sendiri kadang gak peduli—penyebab individualistis. Gue tau ini nggak baik, tapi ada asap kalau gak ada api dong. Kadang itu ngerasa seolah lo udah coba buat ngasih bunga tapi yang lo dapat cuma duri nya. Pernah nggak? Itu yang kadang bikin gue "cuek" terhadap siapapun, pasang muka judeslah, bicara iritlah, dll.

Di video itu juga, mereka—yang ngerespon, bangga banget sama yang namanya Indonesia. Nasionalisme nya gedhe coy! Yang kalau kemana mana, "gue orang Indonesia, lho." yang di implementasi di kehidupan sehari-hari. Kayak tanpa mereka ngomong kalau mereka Indonesia, semua yang ada di sekitar tau, "Oh, ternyata Indonesia itu begini." Sekali lagi. Mereka bangga menjadi Indonesia.

Gue yang saat ini kuliah di biayai oleh uang rakyat, jadi ngerasa lo tuh kuliah udah gratis, udah tinggal belajar aja yang bener, fasilitas udah lengkap. Tapi masih aja males-malesan buat belajar. Gimana lo mau tanggung jawab di akhirat nanti kalau di tanya, "Lo kan kuliah pakai uang rakyat tuh, yang lo dapat di kuliah lo apa?" Kicep.

Kalau, Lo?

Oke, kebetulan gue kuliah yang sepenuhnya dibiayai negara, gue gak menutup kemungkinan buat yang kuliah di PTN atau PTS juga gak di biayai oleh negara. Ada kan yang namanya subsidi? Anggaran APBN jelas kok, bahwa 20% dari anggaran APBN digunakan untuk pendidikan. Kalau ditanya dengan pertanyaan yang sama, "Apa aja yang lo dapat dari bangku sekolah lo?" Lo mau jawab apa?

Satu pertanyaan yang masih mengganjal, "Apa iya, menjadi Indonesia harus pergi dari Indonesia?" Biar bisa ngerasa kangen dulu sama Indonesia baru tuh rasa memiliki Indonesia muncul.

Apa iya?

Bagi gue pribadi, menjadi Indonesia nggak harus sesuai sama teori yang kalau lo jawab soal-soal ujian PKn. Perfect banget kan kalau jawab soal-soal gitu—wkwk. Menjadi Indonesia cukup dengan implementasikan kebiasaan—budaya yang ada di Indonesia dengan baik dan benar. Budaya baik lho ya..

Keberagaman itu pasti ada resiko. Toh apa semua keberagaman bisa memecah? Bukannya semua diciptakan untuk saling melengkapi satu sama lain? Lalu? Mau alasan apalagi untuk tidak bangga dengan negeri sendiri?

At least,
Versi lo, menjadi Indonesia itu apa?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Dua Ribu Dua Puluh, Ya?

2020? Cepat banget sudah 2020, artinya tahun ini jadi tahun terakhir sebelum official dapat tambahan gelar baru di belakang nama. Tiga t...