Senin, 12 Februari 2018

[Dandelion 3— Perlu SARAP Nggak sih?"

"IP lo berapa?"
"Nilai lo berapa?"
"Rangking berapa?"

Sering nggak sih dapat pertanyaan-pertanyaan itu setelah pembagian nilai/raport? Atau bahkan selalu ditanyain itu? apalagi buat mahasiswa nih hehe.

Sebenernya apasih benefit nya ketika kalianpara pemburu informasi oranglain nanya nilai atau IP oranglain? Seberapa penting informasi itu buat kalian?

IP atau indeks prestasi, tolak ukur atas hasil akademik yang telah dilewati selama satu semester. Namanya saja prestasi sudah barang yang wajar bahwa IP menjadi sesuatu yang sangat dibangga-banggakan ketika IP yang didapat itu baik. Semua orang berlomba-lomba meninggikan IP karena tuntutan zaman realitanya IP menjadi syarat dari perusahaan tertentu untuk mendapatkan pekerjaan. Lantas ketika seseorang, mungkin karena adanya something wrong, qodarullah—atas izin Allah, mendapat IP yang kurang memuaskan? Dia ngganggur dan tidak mendapat pekerjaan? Rezeki udah ada yang ngatur, gais, kalem aja yang penting usaha maksimal.

Menurut aku pribadi, Indeks Prestasi atau IP itu sesuatu yang sangat sensitive. Sama kalau kita ditanya, Berapa gaji lo?;
Berapa umur lo?;

Seperti yang kita tahu bahwa pertanyaan itu merupakan pertanyaan yang sensitive yang bahkan harus kita hindari ketika sedang berbincang dengan orang lain. Lantas kenapa IP menjadi salah satunya?

Lagi-lagi menurut aku, Sudah bukan saatnya lagi mengurus urusan oranglain. Mengapa? Ada dua dampak positif dan negative yang didapatkan. Dampak positif nya adalah bisa jadi ketika kamu mendapat informasi IP oranglain, kamu akan mendapat dorongan untuk ke depannya menjadi lebih baik. Lalu dampak negatifnya?

Kalau IP yang didapatkan itu lebih baik dari yang kamu dapat, kamu akan mengucapkan pujian dong otomatis, tapi bisa menjamin kah seseorang suka dipuji? Berbicara realita dominan orang akan suka ketika ia dipuji, tapi ada seseorang yang malah tidak suka dipuji karena ada alasan tertentu juga. Kemudian kemungkinan kedua, ketika IP yang di dapat kurang dari apa yang kamu dapat, kamu mau apa? Nyukurin ke dia memberi semangat? Tanpa perlu semangatmu dia akan semangat kok, ada keluarga dan orangtua yang selalu support dia.

Untuk kamu sendiri yang ditanyai seberapa besar IP kamu, kamu memberikan informasi tersebut mau IP kamu besar atau kecil itu ngak pernah ada efek sama sekali. Kalaupun IP kamu lebih dari dia, kamu mendapat pujian, lantas apa dengan pujian itu kamu kenyang? Enggak kan?


Terus kalau IP kamu kurang dari dia yang menanyakan? Malu? Legowo?

Ada sebuah pertanyaan yang muncul, Mempertanyakan IP itu sama dengan kegiatan sombong?

Jawabannya ada di dalam hati kalian masing-masing, niat apakah yang ada di dalam diri kalian ketika mempertanyakan seberapa tinggi IP oranglain.

Salah satu universitas negeri, mempertanyakan IP merupakan hal yang harus dihindari yang sudah diturunkan turun menurun dari angkatan sebelum-sebelumnya. Karena hal tersebut sangat beresiko menyinggung oranglain selain  Suku, Agama, dan Ras. Dan Aku pribadi pun sangat mendukung dengan adanya hal tersebut. Karena kembali lagi, tiap orang berhak untuk menetapkan aturan atas hidupnya masing-masing.

Jadi, untuk kalian para pencari informasi IP oranglain, apapun niat kamu mempertanyakan IP oranglain, tolong sadar dan hargai bahwa tidak semua orang terbuka seperti apa yang kamu duga. Semua punya privacy masing-masing dan mempertanyakan itu adalah hal mengganggu di hidupnya.

Sabtu, 10 Februari 2018

[Dandelion 2— 2 Desember 2017]

Baru kemarin diberi kesempatan sama Allah bertemu dengan orang yang udah lama ingin ketemu. Kenal udah dari 2 tahun lalu yang tiap hari 'Haha-hihi', sekarang bertemu. Ya meskipun ada drama sedikit karena orangnya malu. Hehe.

Sambil melepas lelah dan menunggu teman yang sedang sholat, kami duduk berdua menikmati kerlap-kerlip lampu rektorat dan danau UI.
"Dik, sebenernya apa yang buat kamu jadi bisa move on? Aku aja kadang masih suka keinget sama yang dulu."
Dalam hati, sejujurnya masih ada setitik "rapuh" yang tersimpan jikalau pembahasan itu dibuka.

Masih melihat damainya air danau UI dan langit senja yang kuning, "Apa yang diimpikan nggak selalu jadi nyata, Kak. Hari ini mungkin ada sedikit sesal, tapi insyallah lambat laun akan indah pada waktunya."

Semua ada proses, semua perlu waktu untuk memahami takdir yang telah Allah beri. Seperti kupu-kupu dan pelangi.

"Aku bahkan sampai mau nangis pas baca tulisan kamu di line. Apa yang kamu tulis ngerasa banget. Ya... meskipun aku gagal dan nggak pernah ngerasain itu, aku paham," ucapnya sambil tersenyum.

"Satu hal yang bikin aku balik ke titik awal, Kak. Melihat orang lain yang bahkan jauh lebih men"derita" dari aku, namun orang itu paham bahwa apa yang telah menjadi keputusan Allah itulah yang terbaik. Manusia boleh merencanakan tapi Allah yang menentukan, karena Allah tau apa yang kita butuhkan bukan apa yang kita inginkan."

"Tapi ikhlas kan ya, Dik? Aku bahkan sampai sekarang masih suka keinget sama dulu kalau lihat temen aku yang masih memperjuangkan mimpinya."

"Insyallah, Kak. Udah ah kak, takdir Allah selalu baik, Insyallah."

Hening, hanya gemericik air yang sesekali terdengar dan langit yang mulai menghitam karena malam yang mulai datang.
Orang-orang mulai keluar satu-per satu dari masjid, kemudian kami memisahkan diri di stasiun pondok cina.

Lalat pun tahu bahwa Allah selalu menyeimbangkan antara obat dan racun dalam sayapnya. Lantas mengapa manusia terkadang lalai?
Ada sedih, ada tawa. Ada hasil, ada gagal. Ada sesal, ada untung.
Semua seimbang dalam porsi masing-masing. (Sekali lagi) Allah tahu apa yang kamu tidak tahu.


note, sekelumit percakapan lainnya :
"Nisa kalau di group kalem, tapi kalau udah ketemu rame juga."
"Dik, masa ya kalau aku lihat muka kamu masih keinget ITB," wkwk
"Ayo main lagi, mau ketemu lagi."
"Masa ya, Dik, waktu kita coment, si Ira langsung nge chat, 'Wir, itu si Nisa beneran?'."
"Kupikir kamu bakal ngomong medok, Nis. Ternyata biasa aja."

Kamis, 08 Februari 2018

[Dandelion 1—Jealous?]

Liburan semester satu ini, banyak banget hal yang bisa gue dapat. Antara minat buat nge-blog lagi tiba-tiba muncul, sampai yang iri sama teman karena punya aktivitas yang padat. Lho kok iri, kan malah gak ada waktu istirahat?

Baru juga ±dua minggu di rumah terus, karena mau main tapi gatau mau main ke mana dan bareng siapa. Jadi kerasa gabut—kesepian.

Gagasan buat nge-blog lagi sebenernya sudah lama, tapi karena something wrong yang ngebuat gue males buat buka laptop. Alasan doang sih, pakai HP juga sebenernya bisa.

Oh iya, mungkin untuk ke depan, gue bakal labil banget dalam penggunaan sapaan gue—aku atau bahkan saya. Bergantung mood pas lagi nulis sih. Karena kebanyakan baca cerita yang pakai gue—lo jadi kebiasa gitu hehe.

Jealous?
Kenapa sih musti jealous? Toh elo dapat apa kalau lo terus-terusan iri sama orang? Untung? adasih.. dikit! Tapi ruginya? Banyak. Ya nggak sih? Hati lo jadi kotor, bikin nggak tenang karena terus-terusan mikirin, "Gimana ya caranya supaya gue bisa jadi dia? Bisa melebihi dia?" Yang ada di otak hanya sifat-sifat suudzon bahkan nge halalin segala cara kan buat dapatin apa yang lo mau.

Tapi entah kenapa, hari ini gue ngerasa iri sama orang. Bukan karena nilai dia yang A— di samping gue ga peduli nilai oranglain juga gue gatau karena beda universitas, tapi karena selama dia liburan, dia melakukan hal positif.

Semua orang tentu punya persepsi masing-masing tentang memanfaatkan waktu luangnya. Gue cenderung orang yang mudah buat bosan. Awalnya liburan ini ingin diisi buat tidur karena pas kuliah apalagi ujian susah banget buat tidur yang bener dan buat main. Tapi lama-lama ngelihat orang yang sibuk, ingin juga sibuk. Apalagi yang bermanfaat untuk oranglain.

Balik ke jealous, seperti yang gue bilang diawal, jealous—iri juga bisa berdampak positif. Positif karena sadar atau nggak sadar, ketika lo iri sama orang, lo akam terpacu untuk berkembang. Dengan catatan cara yang lo lakuin itu benar. Misalnya nih, ada teman lo yang jago nulis, dia ikutan lomba essay tingkat nasional, lo iri kan, terus lo sadar dan prinsip lo 'Kalau dia bisa, gue juga pasti bisa', lo lihat yang ada dalam diri lo, bakat lo ngelukis, ya lo lukis aja. Meskipun lo nggak harus ikut lomba lukis tingkat Nasional, seenggaknya lukisan lo bisa tertempel di pameran itu udah lebih baik.

Jadi, tempatin objek yang menjadi ke-iri an lo menjadi suatu dorongan ghaib untuk lo lebih maju dari sebelumnya.

Mungkin itu tulisan diary—blog gue yang pertama. Diary—blog gue mungkin isinya cuma keresahan yang ada di otak yang selama ini terkadang gue tulis di line atau di snapgram.

Jangan bosen baca ya. Ambil hikmah kalau itu ngerasa penting buat lo. 😊

Dua Ribu Dua Puluh, Ya?

2020? Cepat banget sudah 2020, artinya tahun ini jadi tahun terakhir sebelum official dapat tambahan gelar baru di belakang nama. Tiga t...