Cepat banget sudah 2020, artinya tahun ini jadi tahun terakhir sebelum official dapat tambahan gelar baru di belakang nama.
Tiga tahun ternyata cepat juga, jadi pengin nostalgia sebentar...,
Ngomongin soal keputusan setengah hati, sebenarnya semua orang pernah mengalami. Hanya saja untuk kasus sekarang terjadi pada awal mula memulai fase yang baru. Kuliah.
Dari awal kuliah yang jadi pegangan adalah ketika lulus nanti bakal jadi ASN, udah gitu aja tanpa tahu mau belajar apa karena clueless banget dengan Akuntansi. Sempat belajar mikro ekonomi, tapi cuma satu semester di SMA, buat apa.
Dua belas tahun belajar sains-matematika, yang tiap hari cari berapa nilai X, Y, dan Z, turunan, integral, trigonometri, belum lagi cari berapa percepatan, kecepatan, gaya, newton, mol, reaksi kimia, dan teori darwin, tiba-tiba harus bisa baca grafik supply, demand, investasi, interest, time value of money, alur penyusunan APBN, debit, kredit, dsb. Roaming..., tentu saja iya. Ditambah masa-masa denial dengan cost opportunity yang lumayan besar menjadi 'beban' yang mau nggak mau harus dipikul.
Iya, Fakultas Teknologi Industri—Institut Teknologi Bandung. Cita-cita sejak tau dan mengenal nama Baharuddin Jusuf Habibie, menjadi seorang insinyur di salah satu insinyur terbaik negeri.
Time is the best healer, itu benar nggak benar.
Nyatanya sampai setahun kemudian masih merasa, "ini bener gak sih ngelepas ITB?";
"ITB, lho. FTI! are seriously?"
"Cuy, ITB banyak banget yang pengin ke sana, bahkan anak-anak olimpiade internasional aja ada di sana. Dan kamu melepas cuma gara-gara....."
"12 tahun belajar IPA, uplek-uplek matematika, kimia, fisika, akhirnya ke akuntansi?"
Iya..., suara-suara sumbang dari hati yang terdengar hampir satu tahun penuh. Apalagi kalau lagi breakdown gara-gara hal sesepele capek gara-gara kuliah. Padahal kalaupun di ITB juga bakalan ngerasa capek. Sampai akhirnya, di awal semester 2 ada lomba tingkat jurusan tentang pembuatan essay. Tema yang diberi ada 2: Ekonomi dan Akuntansi.
Niat sih ada, tapi belum nemu topik yang pas dan mood untuk nulis kala itu. Hingga mendekati dateline, sore nya memantapkan diri menulis tentang disrupsi. Ada moment konyol sebenarnya, harusnya setelah submit email, kita harus isi form registrasi sekalian mengikuti FGD, namun gara-gara hektik mendekati dateline dan submit emailnya mendekati jam 12 malem, hasilnya kelupaan. Dan tiba-tiba pas kuliah dikabarin sama temen sekelas yang juga jadi panitia, "Nis, kamu dapet juara lho!". Percaya? enggak lah, ya karena memang gak ekspektasi langsung dapat juara. Tapi alhamdulillah ternyata dapat juara 2.
Beberapa bulan setelah itu, tiba-tiba dimasukkan ke dalam group dan diminta untuk datang ke Gedung P lt.2 yang merupakan gedung khusus dosen jurusan akuntansi. Dijelaskan maksud dan tujuan nya dikumpulkan yaitu diikutsertakan dalam Olimpiade Akuntansi Vokasi di Pontianak, Kalimantan Barat. Ingat banget, itu bulan Maret, sedangkan di bulan April ada UTS. Jadilah, dengan persiapan seadanya karena mau gak mau tetap prioritaskan UTS hasilnya juga seadanya. Kami gak nuntut harus juara.
Moment itu jadi titik balik untuk berbenah bahwa yaudah, memang sudah saatnya untuk fokus di 'kehidupan' sekarang. Seakan-akan Allah bilang,
"Kamu, kalau di ITB belum tentu lho naik pesawat gratis, belum tentu juga mewakili kampus di lomba sekelas Olimpiade tingkat Nasional."
Sekarang, November 2021, sudah setahun lebih wisuda dari kampus ini. Lulus dengan jatuh-bangun yang lumayan terasa. Ritme yang menuntut untuk terus adaptasi dengan keadaan dan sampailah dititik ini menjadi seseorang yang baru.
Time is healer, iya. Tapi harus ada usaha mengikutinya.